Buddha

Buddha (Bahasa Sansekerta: बुद्ध berarti. Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari perkataan Sansekerta: "Budh", untuk mengetahui) merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap "Buddha bagi waktu ini"). Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya. Tiga jenis golongan Buddha adalah:
  • Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri
  • Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri.
  • Savaka-Buddha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma.
Kitap Suci agama Buddha adalah Tripitaka.

Tripitaka

  1. Vinaya Pitaka, isinya aturan-aturan sangha untuk biksu atau biksuni.
  2. Sutta Pitaka, isinya tentang wacana-wacana Buddha.
  3. Abhidhamma Pitaka, isinya tentang penjelasan sistematis atau ilmu pengetahuan dari Buddha.

Tiga Mustika

Tiga Mustika (Sanskrit: त्रिरत्न Triratna or रत्नत्रय Ratna-traya, Pali: तिरतन Tiratana)
  1. Buddha
  2. Dharma
  3. Sangha

Pancasila

  1. Pannatipata veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  2. Adinnadana veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengambil sesuatu yang tidak diberikan.
  3. Kamesu micchacara veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
  4. Musavadha veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari menghindari ucapan tidak benar.
  5. Surameraya majjapamadatthana veramani sikkhapadang samadiyami, yang artinya saya bertekat akan melatih diri untuk menghindari mengkonsumsi segala zat yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.
Pancasila Buddhis Ada 5 yaitu: 1.Pannatipatta veramani shikapadaṃ sammadiyami
  • Saya berjanji untuk tidak membunuh
2.Adinnadana veramani shikapadaṃ sammadiyami
  • Saya berjanji untuk tidak mencuri
3.Kamesu micchacarra veramani shikapadaṃ sammadiyami
  • Saya berjanji untuk tidak berbuat asusila
4.Musavada veramani shikapadaṃ samamadiyami
  • Saya berjanji untuk tidak berbohong ataupun memfitnah
5.Surameraya majjapamadatthana veramani sikapadaṃ sammadiyami
  • Saya berjanji untuk tidak meminum alkohol dan memakan zat-zat terlarang ataupun sejenisnya

Moral Buddha

Sebagai mana agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
yang artinya:
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana: Zen
  3. Buddha Vajrayana

Prinsip Dasar Theravada

Empat Kebenaran Mulia

Garis Besar Empat Kebenaran Mulia adalah sebagai berikut:
  1. Dukkha; Duka atau Penderitaan
  2. Dukkha Samudaya; Sebab Penderitaan
  3. Dukkha Nirodha; Berakhirnya Penderitaan
  4. Dukkha Nirodha Gamini Patipada; Cara Menghentikan Penderitaan

Tiga Corak Umum

1. Ketidak-kekalan adalah satu dari Tiga Corak Kehidupan. Istilah ini menggambarkan pendapat Agama Buddha bahwa segala hal atau gejala yang berkondisi (materi atau pengalaman) adalah tidak tetap, senantiasa berubah dan tidak kekal. Segala sesuatu yang kita alami melalui indera kita terbentuk dari bagian-bagian, yang keberadaannya terbentuk dari kondisi-kondisi luar. Segala sesuatu berubah senantiasa, demikian juga dengan kondisi dan hal itu sendiri berubah tanpa henti. Segala hal berubah menjadi sesuatu, dan berhenti. Tidak ada yang abadi.

2. Derita, walaupun dukkha seringkali diterjemahkan sebagai "penderitaan", arti filosofisnya lebih menyerupai "kegelisahan", selayaknya berada dalam keadaan terganggu. Dengan demikian, "penderitaan" merupakan artian yang terlalu sempit untuk "konotasi emosional yang negatif" (Jeffrey Po), yang dapat memberikan kesan akan pandangan Buddhis yang kurang yakin, tetapi Agama Buddha bukanlah mengenai keyakinan atau ketidak-yakinan, tetapi kenyataan. Dengan demikian, banyak dari naskah atau tulisan-tulisan Agama Buddha, kata Dukkha dibiarkan demikian adanya, tanpa pemberian arti, guna memberikan arti yang lebih luas.

3. Tanpa Inti; dalam filosofi India, pengertian akan diri disebut ātman (yang lebih mengarah kepada, "Jiwa" atau diri-metafisik), yang merujuk pada keadaan yang tidak berubah, bersifat tetap lewat pemahaman akan keberadaan. Agama Buddha tidak menerima pemahaman akan ātman, pada penekanan ketidak kekalan, tetapi kemampuan untuk berubah. Oleh karena itu, seluruh pemahaman akan diri secara keseluruhan adalah tidak benar dan terbentuk di alam ketidak-tahuan.

Jalan Utama Berunsur Delapan

Jalan Utama Berunsur Delapan seringkali dibagi menjadi tiga bagian:
  • Kebijaksanaan (Pali:Pañña ; Sansekerta:prajñā)
  1. Pengertian Benar (sammä-ditthi)
  2. Pikiran Benar (sammä-sankappa)
  • Kemoralan (Pali: Sīla)
  1. Ucapan Benar (sammä-väcä)
  2. Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
  3. Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
  • Konsentrasi (Pali: Samädhi)
  1. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
  2. Perhatian Benar (sammä-sati)
  3. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)

Empat Tingkat Pencerahan

Melalui pelatihan dan pembelajaran, pengikut mazhab Theravada dapat mencapai salah satu dari empat tingkat pencerahan:
  1. Pemasuk Arus - Mereka yang telah mematahkan ketiga belenggu (Pandangan salah tentang Aku, Keraguan, kemelekatan terhadap peraturan dan ritual) tidak akan terlahirkan kembali ke dalam keadaan atau kelahiran (sebagai binatan, preta, atau di neraka). Ia hanya dapat dilharikan sebagai manusia atau di surga. Mereka paling tidak akan dilahirkan sebanyak tujuh kali sebelum mencapai pencerahan.
  2. Kembali Sekali - Mereka yang telah melenyapkan ketiga belenggu utama dan melemahkan belenggu akan nafsu indria dan dendam atau dengki, akan kembali ke alam manusia satu kali lagi sebelum mencapai Nirwana dalam kehidupan tersebut.
  3. Tidak Kembali - Mereka yang telah melenyapkan kelima belenggu, yang mengikat mahluk hidup pada alam perasaan. Seorang "Tidak-Kembali" (Anagami) tidak akan kembali kedalam alam manusia setelah meninggal dunia, mereka akan terlahirkan kembali di alam yang lebih tinggi guna mencapai Nirwana.
  4. Arahat - Mereka yang telah mencapai Pencerahan, mengalami Nirwana, dan telah mencapai keadaaan akan tanpa kematian, terbebas dari segala bentuk kekotoran batin yang tersisa. Kebodohan, kegemaran dan keterikatan mereka tidak ada lagi. Mencapai tinkat Arahat digambarkan pada naskah terdahulu sebagai tujuan kehidupan biara.
Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
  1. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
  2. Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
  3. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Vajrayana adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi.

Hari Raya

Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

Waisak

Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

Kathina

Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Asadha

Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.

Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Magha Puja

Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Comments